Waktu menunjukkan jam 09 pagi ketika kami berangkat dari camp. Dengan menggunakan mobil Hiline bak terbuka kami menuju sungai tempat perahu ditambat. Sekitar 30 menit kami sampai di jembatan tempat perahu ditambat. Waktu saya melihat perahu, lebih tepatnya ketinting, orang setempat biasa menyebutnya “robin”, agak terkejut juga, karena ga kebayang “robin” yang kami sewa tersebut ukurannya kecil, padahal kami bertujuh (termasuk tenaga bantuan), belum barang bawaan kami yang lumayan banyak. tapi ya karena adanya si robin itu, terpaksa lah kami naik juga.
Baru kami siap-siap naik ke robin, saya melihat awan tiba-tiba bergulung tebal dan diiringi angin agak kencang. Padahal kata staf di camp, sudah hampir 2 minggu tidak ada hujan. Tapi kami tetap naik ke robin, dan selesai kami naik semua, turun hujan sangat lebat. Robin dibawa ke bawah jembatan, tapi tetap saja masih kena hujan karena saking derasnya. Kami bertanya ke nahkoda robin, kira-kira gimana dengan hujan yang begini lebat. Kata nahkoda “terserah pak… mau berangkat juga ayo aja”, “busyett..” gumam kami “hujan begini mau diterjang saja”. Tapi ya udahlah nekat saja, rencana sudah matang jangan sampai tertunda. Akhirnya kami memutuskan tetap berangkat menembus hujan deras.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam menyusuri sungai Batang Gadis ditengah guyuran hujan, hujan mulai reda dan kami sampai pada persimpangan sungai Batang Gadis dan sungai Parlampungan. Tujuan kami adalah ke desa Ranto Panjang, jadi melalui sungai Parlampungan. Kami menepi terlebih dahulu untuk mendiskusikan langkah-langkah yang perlu dilakukan, karena kita akan mengambil sampel vegetasi, tanah dan air di beberapa titik yang telah kami tentukan.
Cuaca masih mendung dengan gerimis yang masih turun. Kami melanjutkan kembali menyusuri sungai Parlampungan. Setelah satu jam perjalanan, kita menepi dan mulai mengambil sampel yang kita perlukan. Andro masuk ke dalam hutan untuk mengidentifikasi tumbuhan yang ada di areal ini. Nurcahyo masuk ke hutan tidak jauh ke dalam mengambil sampel tanah. Aku menyusul ke tempat Andro untuk mengambil beberapa foto lingkungan sekitar.
Setelah selesai di titik yang pertama ini, kami melanjutkan kembali menyusuri sungai Parlampungan. Semakin ke arah hulu, pemandangan semakin bagus. Kiri kanan sungai berupa tebing-tebing terjal dengan pohon-pohon yang masih rapat, terasa agak mencekam suasananya. Kondisi mencekam ini terlihat, karena setiap melihat ada batang pohon mati yang tertancap di sungai, koq seperti membentuk bermacam-macam wujud. Ada yang seperti kepala naga, ada yang seperti cakar kaki ayam yang besar sekali, dan juga ada yang seperti buaya mengapung…..
Setelah 1 jam perjalanan, kami berhenti lagi ke tepi untuk mengamati dan mengambil sampel yang kita perlukan. Setelah dirasa cukup, kami kembali menyusuri sungai Parlampungan. Kali ini kami langsung menuju ke kampung Ranto Panjang. Selama 3 jam kami disuguhi oleh pemandangan tebing-tebing terjal dan beberapa air terjun. Semakin ke hulu, sudah terasa suasana perkampungan, karena keadaan kiri kanan sungai sudah mulai datar topografinya, sudah mulai ditemukan tanaman karet, pinang, padi dan juga pisang.
Akhirnya sudah mulai dijumpai penduduk yang ada di tepi sungai. Kampung yang pertama kita lewati adalah kampung Huta Imbaru, kemudian Lubuk Kapundung, Lubuk Kapundung 2. Sampai di tepi kampung Ranto Panjang, kami terpaksa turun dan dilanjutkan berjalan kaki ke rumah pak H. Amir, yaitu tempat kita menginap nantinya. Robin tidak bisa dinaiki lagi karena kondisi sungai sudah dangkal dan ber-riam, sehingga cukup berbahaya dan kemungkinan terbalik ada.
Jam 5 sore kami sampai di rumah pak H. Amir…
Leave a comment